Intisari Tauhid [163]
LARANGAN MENGATAKAN: AS-SALÂMU ‘ALALLÂH ‘SEMOGA KESELAMATAN BAGI ALLAH’
Dalam Ash-Shahîh dari Ibnu Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata,
“Kami pernah melakukan shalat bersama Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam, dan dalam shalat tersebut kami mengatakan, ‘Semoga keselamatan
untuk Allah dari hamba-hamba-Nya, keselamatan untuk Fulân dan Fulân,’
maka Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَقُولُوا: السَّلَامُ عَلَى اللهِ، فَإِنَّ اللهَ هُوَ السَّلَامُ
‘Janganlah kalian mengucapkan, ‘As-salâmu ‘alallâh ‘semoga keselamatan
untuk Allah’,’ karena sesungguhnya Allah adalah As-Salâm ‘Maha Pemberi
Keselamatan’.’.”
Tatkala
memberi salam kepada seseorang maknanya adalah memohonkan keselamatan
baginya dari segala kejelekan dan kerusakan, maka (dengan sebab itu)
terlarang untuk mengucapkan, “As-Salâm ‘alallâh ‘semoga keselamatan bagi
Allah’,” karena Dialah Yang Maha Kaya, Maha Selamat dari segala
kerusakan dan kekurangan. Dialah yang diseru bukan yang diserukan
(didoakan) untuk-Nya, Dia yang diminta dari-Nya bukan yang dimintakan
untuk-Nya. Maka, pada bab ini terdapat kewajiban untuk menyucikan Allah
dari sifat memerlu¬kan dan sifat kekurangan, juga terdapat penyifatan
Allah dengan sifat kaya dan sifat kesempurnaan.
Ibnu Mas’ûd
radhiyallâhu ‘anhu mengabarkan bahwa, dahulu, para shahabat mengucapkan
taslim (memintakan keselamatan) untuk Allah. Kemudian Nabi shallallâhu
‘alaihi wa sallam melarang mereka terhadap hal itu dan menjelaskan
kepada mereka bahwa hal tersebut tidak pantas untuk Allah. Karena, Allah
adalah As-Salâm ‘Maha Pemberi Keselamatan’ dan dari Allah jualah semua
keselamatan sehingga Dia tidak pantas dimintakan keselamatan. Bahkan,
Dialah Yang memberi keselamatan kepada hamba-hamba-Nya dan menyelamatkan
mereka dari segala kerusakan.
Dalam hadits ini terdapat larangan dari mengucapkan, “As-salâm ‘alallâh ‘semoga keselamatan atas Allah’.”
Faedah Hadits
1. Larangan dari mengucapkan, “As-salâm ‘alallah.”
2. Bahwa As-Salâm adalah termasuk nama-nama Allah.
3. Memberikan pelajaran kepada orang yang jahil.
4. Menggandengkan hukum dengan alasan penetapannya.
[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Ust. Dzulqarnain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar