Salah Kaprah tentang Puasa Rajab (Koreksi untuk Pencela Ulama):
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Diantara kesalahan dalam permasalahan puasa Rajab adalah orang yang
memahami bahwa ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah melarang puasa di bulan
Rajab atau membid’ahkannya secara mutlak, dan tidak jarang kesalahan
memahami tersebut ditambah dengan kesalahan berikutnya yang lebih besar,
yaitu menjelek-jelekan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan memberi
gelar “Wahabi” dan gelar-gelar lainnya yang mereka anggap jelek.
Padahal yang menjelaskan tentang kelemahan dan kepalsuan hadits-hadits
khusus tentang puasa Rajab adalah para ulama yang hidup jauh sebelum
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, bahkan ulama besar
dari kalangan Mazhab Syafi’i, Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqolani
Asy-Syafi’i rahimahullah memiliki buku khusus yang menjelaskan tentang
kelemahan dan kepalsuan hadits-hadits tersebut yang beliau beri judul
“Tabyinul ‘Ajab bi Maa Waroda fi Fadhli Rojab”.
Dan kesalahan
tersebut berasal dari kesalahan memahami ucapan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah dan ucapan para ulama Ahlus Sunnah lainnya yang
semisal tentang hadits-hadits puasa di bulan Rajab secara khusus. Beliau
(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah) berkata,
وأما صوم
رجب بخصوصه فأحاديثه كلها ضعيفة بل موضوعة لا يعتمد أهل العلم على شيء منها
وليست من الضعيف الذي يروى في الفضائل بل عامتها من الموضوعات المكذوبات
“Adapun puasa Rajab secara khusus, maka seluruh haditsnya lemah, bahkan
palsu, tidak ada seorang ahli ilmu pun yang berpegang dengannya, dan
bukan pula termasuk kategori lemah yang boleh diriwayatkan dalam fadhail
(keutamaan beramal), bahkan seluruhnya termasuk hadits palsu lagi
dusta.” [Majmu’ Al-Fatawa, 25/290-291]
Sebagian orang menyangka
bahwa beliau melarang puasa Rajab secara mutlak dan membid’ahkannya,
sebagai jawaban atas kesalahan ini:
Pertama: Beliau hanyalah
menjelaskan bahwa hadits-hadits khusus yang berbicara tentang puasa
Rajab dan keutamaannya adalah lemah dan palsu, sebagai peringatan untuk
tidak menyebarkannya, karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
telah memperingatkan dengan keras sekali,
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
"Barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, maka siapkan tempat
duduknya di neraka." [Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
radhiyallahu'anhu]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ حَدَّثَ عَنِّى بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ
“Barangsiapa menyampaikan hadits atas namaku padahal dia menyangka
bahwa itu adalah dusta maka dia termasuk salah satu pendusta.” [HR.
Muslim dari Al-Mughiroh bin Syu’bah radhiyallahu’anhu]
Dan bukan
hanya beliau yang menjelaskan kelemahan dan kepalsuan hadits-hadits
tersebut, tetapi juga banyak ulama ahli hadits yang lainnya,
diantaranya:
• Al-‘Allamah Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
وكل حديث في ذكر صوم رجب وصلاة بعض الليالي فيه فهو كذب مفترى
“Dan semua hadits yang berbicara tentang puasa Rajab dan shalat pada
sebagian malamnya adalah dusta yang diada-adakan.” [Al-Manaarul Muniif:
170]
• Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
لم يرد في فضل شهر رجب ولا في صيامه ولا صيام شيء منه معين ولا في قيام ليلة مخصوصة فيه حديث صحيح يصلح للحجة
“Tidak ada satu hadits shahih pun yang berbicara tentang keutamaan
bulan Rajab, tidak pula puasanya, tidak pula puasa khusus di hari
tertentu dan tidak pula sholat malam di malam yang khusus.” [Tabyinul
‘Ajab, hal. 11]
• Al-Hafizh Abu Ismail Al-Harawi, sebagaimana yang dikatakan Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah,
وقد سبقني إلى الجزم بذلك الإمام أبو إسماعيل الهروي الحافظ، رويناه عنه بإسناد صحيح، وكذلك رويناه عن غيره
“Dan sungguh telah mendahului aku dalam memastikan kelemahan dan
kepalsuan hadits-hadits tersebut, Al-Imam Abu Ismail Al-Harawi Al-Hafiz,
kami meriwayatkan darinya dengan sanad yang shahih, demikian pula kami
telah meriwayatkan dari selain beliau.” [Tabyinul ‘Ajab, hal. 11]
Kedua: Beliau termasuk ulama yang berfatwa menganjurkan puasa Rajab
berdasarkan hadits umum tentang puasa dan memperbanyak amal shalih di
bulan-bulan haram, bukan hadits khusus yang menjelaskan tentang puasa
Rajab dan keutamaannya. Namun beliau memilih pendapat untuk tidak
berpuasa sebulan penuh, mesti berbuka minimal satu hari agar berbeda
dengan puasa Ramadhan, karena terdapat riwayat yang shahih dari Abu
Bakar dan Umar bin Khattab radhiyallahu’anhuma yang melarang keras puasa
Rajab sebulan penuh. Beliau berkata,
لَكِنْ صَحَّ أَنَّ عُمَرَ
بْنَ الْخَطَّابِ كَانَ يَضْرِبُ أَيْدِي النَّاسِ؛ لِيَضَعُوا
أَيْدِيَهُمْ فِي الطَّعَامِ فِي رَجَبٍ. وَيَقُولُ: لَا تُشَبِّهُوهُ
بِرَمَضَانَ.
وَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَرَأَى أَهْلَهُ قَدْ
اشْتَرَوْا كِيزَانًا لِلْمَاءِ، وَاسْتَعَدُّوا لِلصَّوْمِ، فَقَالَ: "مَا
هَذَا؟ ، فَقَالُوا: رَجَبٌ، فَقَالَ: أَتُرِيدُونَ أَنْ تُشَبِّهُوهُ
بِرَمَضَانَ؟ وَكَسَرَ تِلْكَ الْكِيزَانَ". فَمَتَى أَفْطَرَ بَعْضًا لَمْ
يُكْرَهْ صَوْمُ الْبَعْضِ.
وَفِي الْمُسْنَد وَغَيْرِهِ: حَدِيثٌ
«عَنْ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنَّهُ أَمَرَ
بِصَوْمِ الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ، وَهِيَ: رَجَبٌ، وَذُو الْقَعْدَةِ، وَذُو
الْحِجَّةِ، وَالْمُحَرَّمُ». فَهَذَا فِي صَوْمِ الْأَرْبَعَةِ جَمِيعًا،
لَا مَنْ يُخَصِّصُ رَجَبًا.
“Akan tetapi telah shahih bahwa Umar
bin Khattab radhiyallahu’anhu pernah memukul tangan-tangan manusia agar
mereka mau meletakkan tangan-tangan mereka pada makanan di siang hari
bulan Rajab, seraya berkata: “Jangan samakan Rajab dengan Ramadhan.”
Abu Bakr radhiyallahu’anhu pernah memasuki rumahnya, lalu beliau
melihat keluarganya telah membeli bejana air dan bersiap untuk puasa,
maka beliau berkata: Apa maksudnya ini? Mereka menjawab: Untuk persiapan
puasa Rajab. Beliau berkata: Apakah kalian ingin menyamakannya dengan
Ramadhan?! Lalu beliau memecahkan bejana tersebut.
Kesimpulanya,
kapan seseorang berbuka di sebagian hari bulan Rajab, maka tidak makruh
untuk berpuasa di sebagian harinya yang lain. Dan telah shahih dalam
Al-Musnad dan selainnya, sebuah hadits dari Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam bahwa beliau memerintahkan untuk berpuasa di bulan-bulan haram,
yaitu Rajab, Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah dan Muharram. Namun hadits
tersebut tentang puasa empat bulan haram seluruhnya, bukan mengkhususkan
Rajab.” [Majmu’ Al-Fatawa, 25/291]
Ketiga: Beliau hanyalah
menyalahkan puasa yang dibangun di atas keyakinan tanpa dalil, bahkan
beliau menukil pendapat yang membolehkan berpuasa Rajab sebulan penuh
dengan syarat tidak mengkhususkannya tanpa bulan yang lainnya dan tidak
meyakininya lebih afdhal daripada bulan lainnya, karena tidak ada dalil
shahih yang menunjukkan demikian. Betapa pentingnya masalah ini untuk
dipahami sehingga Abu Bakr dan Umar radhiyallahu’anhuma memberi hukuman
dengan keras bagi orang yang menyelisihinya. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata,
وعلى إلزامه الإفطار في رجب وكسر
أبو بكر رضي الله عنه كيزان أهله في رجب وقال لا تشبهوه برمضان. فهذه
العقوبة البدنية والمالية لمن كان يعتقد أن صوم رجب مشروع مستحب وأنه أفضل
من صوم غيره من الأشهر، وهذا الاعتقاد خطأ وضلال ومن صامه على هذا الاعتقاد
الفاسد كان عاصيا فيعزر على ذلك، ولهذا كرهه من كرهه خشية أن يتعوده
الناس، وقال: يستحب أن يفطر بعضه، ومنهم من رخص فيه إذا صام معه شهرا آخر
من السنة كالمحرم.
“(Umar memberi hukuman pukul) demi mengharuskan
mereka berbuka di bulan Rajab, Abu Bakr radhiyallahu’anhu memecahkan
bejana keluarganya seraya berkata: “Janganlah kalian menyamakan Rajab
dengan Ramadhan”, maka ini adalah hukuman badan dan harta bagi orang
yang meyakini puasa Rajab disyari’atkan lagi disunnahkan (secara khusus
sebulan penuh) dan bahwa itu lebih afdhal dari puasa di bulan lain
(padahal tidak ada dalil shahih yang menunjukkannya), maka keyakinan ini
salah dan sesat, barangsiapa berpuasa berdasarkan keyakinan yang rusak
ini maka hakikatnya ia sedang bermaksiat, sehingga patut untuk diberikan
hukuman oleh penguasa. Oleh karena itu sebagian ulama membenci (puasa
Rajab sebulan penuh) karena khawatir akan menjadi kebiasaan manusia dan
mereka (para ulama tersebut) berpendapat: Disunnahkan untuk berbuka di
sebagian hari (dan berpuasa di sebagian hari), dan sebagian ulama
memberi keringanan untuk berpuasa (sebulan penuh) dengan syarat ia
berpuasa di bulan lain pada tahun tersebut, seperti bulan Muharram.”
[Al-Mustadrak ‘ala Majmu’ Al-Fatawa, 3/106]
Keempat: Beliau
rahimahullah juga menukil pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i dan Al-Imam Ahmad
yang memakruhkan puasa Rajab saja tanpa puasa yang lainnya, dan beliau
membolehkan puasa di kebanyakan hari bulan Rajab tanpa bersandar pada
hadits-hadits palsu dan tidak mengkhususkannya tanpa melakukan puasa di
bulan haram lainnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وإفراد رَجَب بِالصَّوْمِ مَكْرُوه نَص على ذَلِك الْأَئِمَّة كالشافعي
وَأحمد وَغَيرهمَا وَسَائِر الْأَحَادِيث الَّتِي رويت فِي فضل الصَّوْم
فِيهِ مَوْضُوعَة لَكِن لَو صَامَ أَكْثَره فَلَا بَأْس
“Berpuasa
di bulan Rajab saja hukumnya makruh, sebagaimana telah ditegaskan para
imam seperti Asy-Syafi’i, Ahmad dan selainnya. Dan seluruh hadits yang
diriwayatkan tentang keutamaan puasa Rajab adalah palsu, akan tetapi
jika seseorang berpuasa pada kebanyakan hari di bulan Rajab maka tidak
apa-apa.” [Mukhtashor Al-Fatawa Al-Mishriyyah, hal. 288]
Kelima:
Ulama Salafi, pengikut Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang hakiki di masa ini
pun tidak mengharamkan dan membid’ahkan puasa Rajab secara mutlak,
melainkan hanya memakruhkan apabila dilakukan sebulan penuh tanpa puasa
yang lainnya karena tidak ada dalil shahih yang menunjukkannya,
sebagaimana pendapat sebagian ulama mazhab yang empat terdahulu.
Disebutkan dalam fatwa Komite Tetap untuk Penelitian Ilmiah dan Fatwa
Arab Saudi yang diketuai oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah,
وأما صوم رجب مفردا فمكروه، وإذا صام بعضه وأفطر بعضه زالت الكراهة.
“Adapun puasa Rajab saja maka makruh, dan apabila seseorang berpuasa di
sebagian harinya dan berbuka di sebagian hari yang lain maka hilang
kemakruhannya.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/385]
Ust. Sofyan Chaid bin Idham Ruray.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar