Menikah merupakan dambaan setiap insan manusia. Menikah juga tak
hanya sarana menyalurkan cinta dan nafsu belaka tanpa menuai pahala dari
Allah Ta’ala. Menjadi keluarga yang bahagia, penuh dengan rasa cinta
dalam rumah tangga merupakan impian dan idaman. Sungguh indah bersanding
dengan seorang yang didambakan. Maka tak heran jika ada yang memasang
berlembar-lembar kriteria diajukan demi mendapatkan pasangan yang
diimpikan.
Mematok seabrek kriteria bukanlah hal yang salah,
karena setiap orang mengidamkan pasangan terbaik sebagai pasangan
hidupnya demi kebahagiaan rumah tangga kelak. Namun, ingatlah bahwa
kriteria-kriteria itu bukanlah harga mutlak. Karena tidak ada manusia
yang sempurna di dunia. Layaknya matahari dan bulan, mereka sama-sama
memiliki fungsi sendiri-sendiri. Bulan datang ketika malam tiba
memberikan penerangan dalam kegelapan malam. Pun dengan matahari yang
datang memberikan cahaya terbaiknya untuk menghangatkan bumi pertiwi.
Termotivasi dan berkeinginan menikah sampai mencapai level tertentu
merupakan anugerah yang indah dari Allah Ta’ala. Dengan menyadari bahwa
laki-laki dan perempuan merupakan kekuasaan-Nya, Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ
فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir. ” (QS. Ar-Ruum: 21).
Menikah adalah hal
yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan kita berusaha untuk selalu mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى
“Barang siapa yang membenci sunnahku, maka ia bukanlah termasuk umatku.” (HR. Bukhari no.5063 dan Muslim no.1401).
Berharap pahala dari kehidupan rumah tangga, mendapat keturunan yang
shalih dan shalihah. Menjadi taman untuk mendirikan syari’at agama
pertama bagi anak-anaknya.
Janganlah keinginan menikah yang telah
menghujam dalam hati sirna karena terlalu tingginya patokan kriteria
yang diajukan. Jikalau ternyata tidak ditemukan yang sama dengan
kriteria yang diinginkan, maka tidak boleh merugikan dirinya dengan
menunda-nunda pernikahan demi menunggu dan mendapatkan yang sama persis
dengan keinginannya. Sehingga ia tidak sadar dangan kondisinya sendiri
yang telah berada pada ambang waktu untuk harus menikah. Sungguh hal
yang sangat merugikan jika standar yang diinginkan tertalu tinggi malah
menjadi duri bagi dirinya sendiri maupun orang-orang disekitarnya.
“Apabila engkau mendamba seorang yang berbudi tanpa cela, mungkinkah
kiranya gaharu menebarkan wanginya tanpa asap?” (Majma’ Al-Hikam wal
Amtsal fi Asy-Syi’r Al-‘Arabi).
Kalimat di atas telah menyadarkan
dan mengajari kita, bahwa tidak mungkin seseorang akan mendapatkan
pasangan yang sempurna tanpa cela. Oleh karenanya, buat apa menunda
pernikahan karena terhalang sebuah kriteria selangit yang belum sesuai
keinginan?
BERDAKWAH